Kisah islamiah kali ini akan menceritakan tentang memaknai pekerjaan.
Cerita yang pantas dijadikan bahan renungan.
Uswah sekaligus teladan.
Hari itu merupakan kali pertama Wawan bersama ibunya naik bus trans surabaya rute bungur-wonokromo.
Awalnya tak ada keluh kesah yang ia perlihatkan kepada ibunya.
Namun sesampainya di halte bus, ia sempat dibuat bingung.
"Bu, kok suara dari bus ini tidak ada, sekarang tiba-tiba ada, tapi tidak sama dengan yang diteriakkan pak kondektur tadi ya...
Wawan jadi bingung, kita sudah sampai mana sih?" tanya wawan yang sudah kelas 3 SD itu.
"Oh, yang baru saja kita lewati tadi halte Polda, seperti yang diteriakkan pak kondektur.
Tadi pak sopir sempat lupa menekan tombol pengeras suara bus, sehingga yang kita dengar nama halte sebelumnya," jelas sang ibu.
"Jadi, yang benar pak kondektur ya Bu?" tanya wawan lagi.
"Iya sayang..," jawab ibunya dengan tersenyum.
Wawan terdiam sejenak.
Ia melihat sekelilingnya seolah menikmati perjalanan di dalam angkutan umun yang lumayan nyaman itu.
Namun rupanya masih ada yang mengganjal di benaknya.
Perbincangan dengan ibunya pun berlanjut lagi.
"Tapi Buk...kok pak sopir bisa lupa sih?
Padahal dia kan sudah biasa membawa bus ini kan?"
"Betul Nak, ia sudah terlatih mengemudikan bus umum ini.
Tapi, tak lama setelah kita masuk bus, ibu lihat pak sopir sedang menerima telepon dari seseorang, sehingga lupa memencet tombol."
Mereka pun tiba ditempat tujuan, dan keluar di halte paling akhir.
Selepas keluar dari bus, wawan ingin tanya lagi ke ibunya.
Perbincangan dilanjut lagi rupanya.
Huuh...mokong tenan wawan iki...wis turune mlungker...akeh takone ae haha..
"Kata Bapak, menurut aturan lalu lintas, kalau sedang menyetir tidak boleh menelepon kan Buk.
Betul kan Buk?"
"Iya...tujuan aturan tersebut agar tidak terjadi kecelakaan.
Beruntung tidak terjadi apa-apa, sehingga kita sampai di sini."
Uwis Wan Ojo men takon ae, engko tak jewer lo...
Cerita dan kisah diatas hanya fiktif belaka.
Maaf kalo ada kesamaan nama atau tempat yang menyalahi.
Contoh di atas adalah sebuah cerita betapa wawan yang masih kanak-kanak pun bisa merasakan dampak kalau seseorang bekerja dengan tidak profesional.
Bila seseorang bekerja tidak profesional, maka secara langsung atau tidak langsung orang lain akan dibuat tidak nyaman.
Ketidakprofesionalan itu merupakan buah dari ketidakmampuan ia dalam memaknai pekerjaan yang secara sadar ia pilih.
Apapun profesinya.
Jika sering kerja tak profesional, bekerja tidak dengan hasil terbaik dan bermutu standar tinggi.
Ia sering lupa akan kewajiban, tetapi selalu ingat pada hak sebagai pekerja.
Tapi...
Ada tapinya sob...
Kalau kerjamu profesional...apakah hak akan diberikan dengan ideal...
Tergantung bosnya aku kira.
Ironis...
Thanks to my friend, Didik.
Sori aku pinjam namamu untuk contoh.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Memaknai Pekerjaan"
Post a Comment