Ibrahim bin Adham meninggalkan semua kemewahan istana setelah menyaksikan keajaiban dari pedagang yang jujur. Meskipun tangan dan kaki pedagang itu terikat, ia masih bisa makan dan minum dari seekor burung gagak.
Kisahnya.
Menjadi putra mahkota dengan sejumlah fasilitas mewah dan perlakuan istimewa tak membuat hati Ibrahim bin Adham merasa damai. Karenanya, ia memutuskan untuk meninggalkan semua kemewahan itu. Seluruh hartanya ia wakafkan, hanya menyisakan satu potong baju saja untuk melakukan shalat.
Saat makan pun ia tidak berlebihan, hanya untuk mengganjal perutnya dari rasa lapar. Namun, dibalik semua keterbatasan itu, Ibrahim malah merasakan kedekatannya dengan Allah SWT.
Semua itu dirasakan Ibrahim dari perjalanan yang sangat panjang. Saat menjadi putra mahkota, Ibrahim menjadi pemuda yang sombing dan kerap menganiaya yang lemah.
Pada suatu hari, di kamar tidurnya ditiduri oleh seorang pembantunya. Melihat hal itu, Ibrahi sangat marah dan ia tidak rela kamarnya yang harum dan bertebaran bunga mawar dituduri seorang pembantu yang lusuh dan kotor.
Secepat kilat Ibrahim memukul pembantunya itu sampai puas.
"Mohon ampun, hamba tidak sengaja," kata pembantunya meminta maaf.
Ibahim tidak mengndahkan permintaan maaf itu. Sebaliknya, ia makin keras memukul hingga pembantunya terbaring lemah dan lumpuh.
Bertemu Seorang yang Mencari Onta.
Perilaku kejam Ibrahim mulai sedikit berubah setelah diingatkan oleh seorang pemilik onta. Kala itu, si pemilik onta memanjat ke atas genting istananya dengan mengendap-endap.
"Hai, apa yang akan kau curi di istanaku?" gertak Ibrahim yang tengah mengetahui keberadaan orang asing itu.
"Aku sedang mencari untaku yang hilang," jawab orang asing itu.
"Apakah Anda sudah gila dengan mencari unta di atap istana?" kata Ibahim yang mulai marah.
"Hai putra raja, jika begitu, Anda juga gila. Anda juga mencari Tuhan dengan kemewahan dalam istana," kata orang asing itu lalu melartuikan diri.
Kata-kata terakhir dari pemilik unta itu membuat Ibrahim termenung. Ia mencoba mencerna ucapan yang penuh makna itu. Akhirnya Ibrahim memutuskan untuk meninggalkan istana. Ia berusaha mencari guru agama untuk memperkaya batinnya.
Dalam perjalanan, ia duduk istirahat di bawah sebuah pohon yang rindang sambil menikmati makanan. Tiba-tiba saja ada seekor burung gagak mendekat dan mengambil secuil makanannya itu
Namun anehnya, burung gagak itu tidak langsung memakan makanan itu, burung itu hanya mengapit makanan di paruhnya kemudian terbag lagi.
"Aneh, mengapa burung itu hanya mengambil makananku tanpa langsung memakannya?" pikir Ibrahim.
Ibrahim Bertobat.
Ibrahim memutuskan untuk mengikuti burung itu. Burung itu ternyata berhanti di depan seorang pria yang tangan dan kakinya terikat di sebuah pohon. Dengan menggunakan paruhnya, burung itu memberi makan pria itu.
Tak berapa lama, Ibrahim mendekati pria yang terikat di pohon.
"Wahai saudarku, mengapa kamu diikat seperti ini?" tanya Ibrahim.
"Aku kehilangan barang dagangan karena dirampok," jawab pria itu.
"Kapan engkau dirampok?" tanya Ibrahim lagi,
"Seminggu yang lalu dan selama ini, burung gagak itulah yang memberikan makan dan minum kepadaku," jawab pria itu.
"Subhananllah...apa yang telah engkau perbuat sehingga Allah masih memberikan rezeki meskipun tangan dan kakimu diikat?" tanya Ibrahim penasaran.
"Wahai pemuda, aku selalu jujur dalam berdagang. Dan perutku tak pernah memakan makanan yang subhat (tidak jelas), maupun makanan haram," jelas pedagang itu.
Sejak saat itulah Ibrahim benar-benar bertobat kepada Allah swt. Ia menempuh jalan sufi dan zuhud. Ia belajar agama kepada para tokoh sufi dan diantaranya adalah Imam Hanifah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Tobatnya Putra Raja"
Post a Comment