Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Bentuk ruqyah yang dipraktekkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, mereka membacakannya langsung kepada orang yang sakit dan dilakukan secara personal, tidak berjamaah.
Kita sangat tahu, para sahabat yang baru mentas dari tradisi jahiliyah, tentu tidak semuanya bebas dari muamalah dengan makhluk halus, yang mereka yakini sebagai roh pembantu. Terlebih kebanyakan mereka di masa jahiliyah punya hubungan dengan dukun.
Meskipun demikian, tidak kita jumpai adannya riwayat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun sahabat menyelenggarakan ruqyah jamaah.
Diantara riwayat yang menyebutkan bentuk ruqyah beliau,
Pertama, hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا اشْتَكَى مِنَّا إِنْسَانٌ، مَسَحَهُ بِيَمِينِهِ، ثُمَّ قَالَ: «أَذْهِبِ الْبَاسَ، رَبَّ النَّاسِ، وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا»
Apabila ada di antara kami yang sakit maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusapkan tangan kanan beliau, kemudian membaca,
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أذْهِبِ البَاسَ، اِشْفِ أنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفاءَ إِلاَّ شِفاؤُكَ شِفاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَماً
“Yaa Allah, Tuhan seluruh manusia, hilangkanlah sakit ini, sembuhkanlah, Engkaulah As-Syafi (Sang Penyembuh), tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Bukhari 5675 dan Muslim 2191)
Kedua, hadits tentang ruqyah Jibril kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sakit. Ruqyah ini pernah dibaca jibril untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sakit,
بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كل شئ يُؤْذِيكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أو عَيْنٍ حاسِدٍ، اللَّهُ يَشْفِيكَ، بِسْمِ اللَّهِ أرْقِيكَ
“Dengan nama Allah, aku meruqyahmu, dari semua yang menyakitimu, dari kejahatan setiap jiwa dan mata hasad, semoga Allah menyembuhkanmu, Dengan nama Allah, aku meruqyahmu.”
Hadits selengkapnya:
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
أن جبريل أتى النبيَّ صلى الله عليه وسلم، فقال: “يا مُحَمَّدُ، اشْتَكَيْتَ؟ قال: نَعَمْ، قال: بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ…
”
Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian bertanya, “Wahai Muhammad, kamu sakit?” beliau menjawab, “Ya.” Kemudian Jibril membaca: BISMILLAAHI ARQII-KA, … dst sampai akhir doa”. (HR. Muslim 2186, Turmudzi 972, Ibn Majah 3523)
Ketiga, ruqyah untuk luka
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila ada sahabat yang mengadukan sakitnya atau luka di tubuhnya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal semacam ini dengan jari beliau. [Sufyan – perawi hadis – meletakkan jari telunjuknya ke tanah], kemudian beliau mengangkatnya dan membaca kalimat,
بِسْمِ اللَّهِ تُرْبَةُ أرْضِنا بِرِيقَةِ بَعْضِنا يُشْفَى بِهِ سَقِيمُنا بإذْنِ رَبِّنا
“Bismillah (dengan nama Allah), debu tanah kami, dengan sedikit ludah kami, bisa menjadi sebab sembuhnya sakit kami, dengan izin Rabb kami.” (HR. Bukhari 5745 dan Muslim 2194)
Tentu saja yang luka ketika perang sangat banyak, namun beliau tidak membuka praktek ruqyah massal setelah perang.
Semua riwayat di atas, dijadikan dasar para ulama untuk memfatwakan larangan ruqyah secara masal. Karena semacam ini tidak ada tuntunannya dalam Islam.
Berikut kita sebutkan beberapa fatwa ulama kontemporer yang menjumpai praktek ruqyah massal.
1. Fatwa Lajnah Daimah yang ketika itu diketuai Imam Ibnu Baz,
Tanya: Bolehkah ruqyah dengan mikrofon, atau melalui telepon dari jauh, atau secara masal di waktu yang sama?
Jawab:
الرقية لا بد أن تكون على المريض مباشرة، ولا تكون بواسطة مكبر الصوت، ولا بواسطة الهاتف؛ لأن هذا يخالف ما فعله رسول الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه رضي الله عنهم وأتباعهم بإحسان في الرقية، وقد قال صلى الله عليه وسلم: «من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
Ruqyah harus dibacakan langsung kepada orang yang sakit. Tidak bisa dilakukan dengan media pengeras suara, apalagi melalui telepon. Karena ini tidak sesuai dengan apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum, serta orang-orang yang mengikuti mereka dalam tata cara ruqyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang membuat hal baru dalam agama, yang tidak ada dalilnya, maka itu tertolak.’ (Fatwa Lajnah Daimah, no. 20361).
2. Keterangan Imam Ibnu Utsaimin
القراءة الجماعية على المصابين ليست طريقاً مأثوراً ولا موروثاً عن السلف، بل هو حادث. .
Membacakan al-Quran secara massal kepada orang yang terkena penyakit, bukan cara yang memiliki dalil, tidak pula dipraktekkan dari para salaf. Namun ini hal baru.. (Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin, 17/33).
3. fatwa Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad
نفع الناس طيب، ولكن ليس بهذا التوسع وبهذا الابتذال الذي قد حصل، فهذا التوسع غير جيد، حتى أن بعضهم بسبب كثرة المتعالجين عنده يقرأ على عدة أشخاص! فهذا لا وجه له، وكونه يبيع الماء المرقي هذا توسع غير جيد
Membantu orang yang kesulitan termasuk amal baik, namun tidak bisa dengan cara semaunya. Bermudah-mudah dalam hal ini tidak bagus. Hingga ada sebagian tukang ruqyah, disebabkan seking banyaknya yang minta diobati, dia melakukan ruqyah massal! Ini tidak ada dasarnya. Termasuk menjual air ruqyah, ini aturan semaunya. (Syarh Sunan Abu Daud, al-Abbad, 12/391)
Allahu a’lam
Bentuk ruqyah yang dipraktekkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, mereka membacakannya langsung kepada orang yang sakit dan dilakukan secara personal, tidak berjamaah.
Kita sangat tahu, para sahabat yang baru mentas dari tradisi jahiliyah, tentu tidak semuanya bebas dari muamalah dengan makhluk halus, yang mereka yakini sebagai roh pembantu. Terlebih kebanyakan mereka di masa jahiliyah punya hubungan dengan dukun.
Meskipun demikian, tidak kita jumpai adannya riwayat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun sahabat menyelenggarakan ruqyah jamaah.
Diantara riwayat yang menyebutkan bentuk ruqyah beliau,
Pertama, hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا اشْتَكَى مِنَّا إِنْسَانٌ، مَسَحَهُ بِيَمِينِهِ، ثُمَّ قَالَ: «أَذْهِبِ الْبَاسَ، رَبَّ النَّاسِ، وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا»
Apabila ada di antara kami yang sakit maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusapkan tangan kanan beliau, kemudian membaca,
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أذْهِبِ البَاسَ، اِشْفِ أنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفاءَ إِلاَّ شِفاؤُكَ شِفاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَماً
“Yaa Allah, Tuhan seluruh manusia, hilangkanlah sakit ini, sembuhkanlah, Engkaulah As-Syafi (Sang Penyembuh), tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Bukhari 5675 dan Muslim 2191)
Kedua, hadits tentang ruqyah Jibril kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sakit. Ruqyah ini pernah dibaca jibril untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sakit,
بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كل شئ يُؤْذِيكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أو عَيْنٍ حاسِدٍ، اللَّهُ يَشْفِيكَ، بِسْمِ اللَّهِ أرْقِيكَ
“Dengan nama Allah, aku meruqyahmu, dari semua yang menyakitimu, dari kejahatan setiap jiwa dan mata hasad, semoga Allah menyembuhkanmu, Dengan nama Allah, aku meruqyahmu.”
Hadits selengkapnya:
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
أن جبريل أتى النبيَّ صلى الله عليه وسلم، فقال: “يا مُحَمَّدُ، اشْتَكَيْتَ؟ قال: نَعَمْ، قال: بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ…
”
Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian bertanya, “Wahai Muhammad, kamu sakit?” beliau menjawab, “Ya.” Kemudian Jibril membaca: BISMILLAAHI ARQII-KA, … dst sampai akhir doa”. (HR. Muslim 2186, Turmudzi 972, Ibn Majah 3523)
Ketiga, ruqyah untuk luka
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila ada sahabat yang mengadukan sakitnya atau luka di tubuhnya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal semacam ini dengan jari beliau. [Sufyan – perawi hadis – meletakkan jari telunjuknya ke tanah], kemudian beliau mengangkatnya dan membaca kalimat,
بِسْمِ اللَّهِ تُرْبَةُ أرْضِنا بِرِيقَةِ بَعْضِنا يُشْفَى بِهِ سَقِيمُنا بإذْنِ رَبِّنا
“Bismillah (dengan nama Allah), debu tanah kami, dengan sedikit ludah kami, bisa menjadi sebab sembuhnya sakit kami, dengan izin Rabb kami.” (HR. Bukhari 5745 dan Muslim 2194)
Tentu saja yang luka ketika perang sangat banyak, namun beliau tidak membuka praktek ruqyah massal setelah perang.
Semua riwayat di atas, dijadikan dasar para ulama untuk memfatwakan larangan ruqyah secara masal. Karena semacam ini tidak ada tuntunannya dalam Islam.
Berikut kita sebutkan beberapa fatwa ulama kontemporer yang menjumpai praktek ruqyah massal.
1. Fatwa Lajnah Daimah yang ketika itu diketuai Imam Ibnu Baz,
Tanya: Bolehkah ruqyah dengan mikrofon, atau melalui telepon dari jauh, atau secara masal di waktu yang sama?
Jawab:
الرقية لا بد أن تكون على المريض مباشرة، ولا تكون بواسطة مكبر الصوت، ولا بواسطة الهاتف؛ لأن هذا يخالف ما فعله رسول الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه رضي الله عنهم وأتباعهم بإحسان في الرقية، وقد قال صلى الله عليه وسلم: «من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
Ruqyah harus dibacakan langsung kepada orang yang sakit. Tidak bisa dilakukan dengan media pengeras suara, apalagi melalui telepon. Karena ini tidak sesuai dengan apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum, serta orang-orang yang mengikuti mereka dalam tata cara ruqyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang membuat hal baru dalam agama, yang tidak ada dalilnya, maka itu tertolak.’ (Fatwa Lajnah Daimah, no. 20361).
2. Keterangan Imam Ibnu Utsaimin
القراءة الجماعية على المصابين ليست طريقاً مأثوراً ولا موروثاً عن السلف، بل هو حادث. .
Membacakan al-Quran secara massal kepada orang yang terkena penyakit, bukan cara yang memiliki dalil, tidak pula dipraktekkan dari para salaf. Namun ini hal baru.. (Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin, 17/33).
3. fatwa Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad
نفع الناس طيب، ولكن ليس بهذا التوسع وبهذا الابتذال الذي قد حصل، فهذا التوسع غير جيد، حتى أن بعضهم بسبب كثرة المتعالجين عنده يقرأ على عدة أشخاص! فهذا لا وجه له، وكونه يبيع الماء المرقي هذا توسع غير جيد
Membantu orang yang kesulitan termasuk amal baik, namun tidak bisa dengan cara semaunya. Bermudah-mudah dalam hal ini tidak bagus. Hingga ada sebagian tukang ruqyah, disebabkan seking banyaknya yang minta diobati, dia melakukan ruqyah massal! Ini tidak ada dasarnya. Termasuk menjual air ruqyah, ini aturan semaunya. (Syarh Sunan Abu Daud, al-Abbad, 12/391)
Allahu a’lam
0 Response to "Hukum Ruqyah Massal"
Post a Comment