Jika menelusuri proses islamisasi di Nusantara, maka kita akan menemukan satu fakta mengejutkan. Pada rentang waktu 800 tahun, Islam tidak bisa diterima pribumi secara massal. Islam hanya dipeluk oleh orang-orang nonpribumi. Yang pribumi hanya satu dua orang saja, jumlahnya tidak banyak. Hal tersebut disampaikan Sejarawan NU KH Agus Sunyoto di hadapan para dosen STAINU Jakarta saat mempresentasikan temuannya pada rapat kurikulum Pascasarjana Islam Nusantara. Rapat tersebut digelar di ruang media center lantai 5 gedung PBNU.
“Kalau kita berpijak pada catatan utusan Dinasti Tang, di Kerajaan Kalingga 674 M sudah ada saudagar dari Timur Tengah yang datang ke Jawa. Setelah itu, tidak pernah ada satu sumber pun yang menyatakan bahwa Islam diterima pribumi secara massal sampai tahun 1292 sebelum ada Kerajaan Majapahit,” ujar Agus mengawali presentasi. Menurut Agus, Marcopolo ketika pulang dari Tiongkok lewat laut, singgah di Pelabuhan Perlak, Aceh. Marcopolo mencatat penduduk di kota itu, persisnya di sekitar Selat Malaka, Aceh Timur, dihuni oleh sebagian etnis Tionghoa. Semuanya beragama Islam.
“Sementara penduduk setempat masih menyembah pohon, roh, dan batu. Bahkan, sebagian yang tinggal di pedalaman ada yang masih makan manusia. Artinya, Aceh belum Islam waktu itu. Itu kesaksian Marcopolo,” tuturnya.
Seratus tahun kemudian, lanjut Agus, Cheng Ho datang ke Nusantara saat perpindahan dari Dinasti Yuan ke Dinasti Ming. Pada tahun 1405, Cheng Ho mencatat Raja Mahapahit saat itu Wikramawardhana. Dia singgah di pelabuhan Tuban, yaitu pelabuhan besar milik Majapahit. Di situ dia menemukan etnis Tionghoa tinggal di sekitar pelabuhan. Mereka semuanya muslim. Lebih lanjut Agus menceritakan, Cheng Ho kemudian singgah di pelabuhan Gresik. Ia pun kaget, ternyata ada 1000 keluarga Tionghoa yang semuanya muslim. Kemudian, di Surabaya juga ada seribuan keluarga Tionghoa beragama Islam.
“Itu terjadi pada 1405 ketika Cheng Ho pertama kali datang ke Nusantara. Dia sendiri bolak-balik ke Jawa hingga tujuh kali. Kunjungan terakhirnya pada 1433. Saat itu, Cheng Ho mengajak juru tulis bernama Ma Huan.
“Dalam catatan Ma Huan, di kota-kota pelabuhan di pantai utara Jawa dihuni tiga kelompok masyarakat. Pertama, etnis Tionghoa semua beragama Islam. Lalu, dari Barat, yaitu Arab dan Persia yang juga beragama Islam. Ketiga, pribumi. Masih menurut catatan Ma Huan, semua penduduk pribumi di sepanjang pantai utara Jawa semuanya kafir. Mereka menyembah roh, batu, dan pohon,” paparnya.
Dari fakta itulah, Agus Sunyoto beralasan Islam belum diterima warga pribumi secara massal. “Artinya, dari tahun 674 M sampai 1433, hampir 800 tahun, Islam tidak dianut pribumi,” simpulnya.
“Kalau kita berpijak pada catatan utusan Dinasti Tang, di Kerajaan Kalingga 674 M sudah ada saudagar dari Timur Tengah yang datang ke Jawa. Setelah itu, tidak pernah ada satu sumber pun yang menyatakan bahwa Islam diterima pribumi secara massal sampai tahun 1292 sebelum ada Kerajaan Majapahit,” ujar Agus mengawali presentasi. Menurut Agus, Marcopolo ketika pulang dari Tiongkok lewat laut, singgah di Pelabuhan Perlak, Aceh. Marcopolo mencatat penduduk di kota itu, persisnya di sekitar Selat Malaka, Aceh Timur, dihuni oleh sebagian etnis Tionghoa. Semuanya beragama Islam.
“Sementara penduduk setempat masih menyembah pohon, roh, dan batu. Bahkan, sebagian yang tinggal di pedalaman ada yang masih makan manusia. Artinya, Aceh belum Islam waktu itu. Itu kesaksian Marcopolo,” tuturnya.
Seratus tahun kemudian, lanjut Agus, Cheng Ho datang ke Nusantara saat perpindahan dari Dinasti Yuan ke Dinasti Ming. Pada tahun 1405, Cheng Ho mencatat Raja Mahapahit saat itu Wikramawardhana. Dia singgah di pelabuhan Tuban, yaitu pelabuhan besar milik Majapahit. Di situ dia menemukan etnis Tionghoa tinggal di sekitar pelabuhan. Mereka semuanya muslim. Lebih lanjut Agus menceritakan, Cheng Ho kemudian singgah di pelabuhan Gresik. Ia pun kaget, ternyata ada 1000 keluarga Tionghoa yang semuanya muslim. Kemudian, di Surabaya juga ada seribuan keluarga Tionghoa beragama Islam.
“Itu terjadi pada 1405 ketika Cheng Ho pertama kali datang ke Nusantara. Dia sendiri bolak-balik ke Jawa hingga tujuh kali. Kunjungan terakhirnya pada 1433. Saat itu, Cheng Ho mengajak juru tulis bernama Ma Huan.
“Dalam catatan Ma Huan, di kota-kota pelabuhan di pantai utara Jawa dihuni tiga kelompok masyarakat. Pertama, etnis Tionghoa semua beragama Islam. Lalu, dari Barat, yaitu Arab dan Persia yang juga beragama Islam. Ketiga, pribumi. Masih menurut catatan Ma Huan, semua penduduk pribumi di sepanjang pantai utara Jawa semuanya kafir. Mereka menyembah roh, batu, dan pohon,” paparnya.
Dari fakta itulah, Agus Sunyoto beralasan Islam belum diterima warga pribumi secara massal. “Artinya, dari tahun 674 M sampai 1433, hampir 800 tahun, Islam tidak dianut pribumi,” simpulnya.
0 Response to "800 Tahun, Islam Tak Diterima Pribumi Nusantara Secara Massal"
Post a Comment