Benarkah Rumah Nabi jadi WC Umum?
Ustadz, beberakali saya melihat orang menyebar berita fitnah ttg kerajaan saudi. Lalu apa benar, tempat kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mekah dijadikan WC umum? terima kasih
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Bersikap waspada dan hati-hati, menjadi prinsip penting yang harus selalu kita kedepankan dalam menerima setiap berita. Terlebih berita yang memicu emosi masyarakat. Mudah menyebarkan berita, bisa jadi termasuk menyebarkan kebencian di tengah masyarakat. Penyesalan baru terjadi ketika muncul konflik di tengah mereka. Inilah yang Allah ajarkan dalam firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al-Hujurat: 6).
Salah satunya, kabar rumah kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dijadikan WC umum oleh kerajaan Saudi. Serasa sangat lezat di telinga, terlebih bagi mereka yang suka menyebarkan kebencian di tengah umat. Semoga tulisan berikut, bisa memicu kita untuk berfikir lebih dewasa.
Antara Hijrah dan Fathu Mekah
Kita akan mengawali pembahasan ini memberikan catatan seputar hijrah.
Pertama, mereka yang telah hijrah, pantangan untuk balik lagi dan tinggal di Mekah. Sekalipun kota ini telah ditaklukan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah meninggalkan Mekah bersama para sahabat. Mereka berhijrah meninggalkan tanah dan rumah yang mereka miliki di Mekah. Hingga di tahun 8 H, beliau berhasil menaklukkan kota itu, menjadi bagian wilayah kekuasaan kaum muslimin.
Aturan yang berlaku, orang yang telah hijrah meninggalkan mekah, pantangan bagi mereka untuk mengambil kembali apa yang mereka tinggalkan di Mekah.
Pada waktu haji wada’, sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu ‘anhu sakit keras. Sa’ad berfikir, dia akan meninggal di Mekah, sampai beliau mewasiatkan hartanya. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya, Sa’ad mengadu kepada beliau,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أُخَلَّفُ بَعْدَ أَصْحَابِى
“Ya Rasulullah, apakah saya akan ditinggalkan para sahabatku?”
Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqas bersedih, beliau akan ditinggal di Mekah, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat balik ke Madinah.
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghibur Sa’ad. Beliau mengatakan,
إِنَّكَ لَنْ تُخَلَّفَ فَتَعْمَلَ عَمَلاً صَالِحًا إِلاَّ ازْدَدْتَ بِهِ دَرَجَةً وَرِفْعَةً ، ثُمَّ لَعَلَّكَ أَنْ تُخَلَّفَ حَتَّى يَنْتَفِعَ بِكَ أَقْوَامٌ وَيُضَرَّ بِكَ آخَرُونَ ، اللَّهُمَّ أَمْضِ لأَصْحَابِى هِجْرَتَهُمْ ، وَلاَ تَرُدَّهُمْ عَلَى أَعْقَابِهِمْ
Kamu tidak akan ditinggal, kamu bisa melakukan amal soleh sehingga menambah derajatmu. Kemudian mudah-mudahan kamu diberi usia lebih panjang, sehingga kamu bisa memberi manfaat kaum muslimin, dan membuat sedih orang kafir. Ya Allah, pertahankan hijrah para sahabatku, dan janganlah Engkau mengembalikan mereka ke belakang. (HR. Bukhari 1295, Ibn Hibban 6026 dan yang lainnya).
Anda bisa perhatikan doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau memohon kepada Allah, agar Allah menyempurnakan pahala hijrah para sahabat, dengan Allah mengembalikan mereka semua ke Madinah seusai haji wada’. Sehingga mereka sama sekali mereka tidak menikmati tanah Mekah setelah Mekah ditaklukkan.
Abu Ishaq al-Huwaeni menjelaskan hadis ini,
كان من تمام هجرة المسلمين إلى المدينة: أن النبي صلى الله عليه وسلم منع المهاجر أن يظل في مكة بعد النسك أكثر من ثلاثة أيام، فقال للصحابة: ( لا يحل لرجل هاجر من مكة إلى المدينة أن يرجع فيستوطن مكة مرة أخرى )، له ثلاثة أيام بعد النسك فقط، وبعدها لا يحل له أن يبقى في مكة ؛ حتى لا يرجع في ما وهبه وفعله لله عز وجل، فهذه هي هجرة الصحابة رضي الله عنهم
Bagian dari kesempurnaan hijrah kaum muslimin ke Madinah, setelah manasik haji selesai, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kaum muhajirin untuk tinggal di Mekah lebih dari 3 hari. Beliau berkhutbah di hadapan para sahabat,
“Tidak halal bagi orang yang telah hijrah dari Mekah ke Madinah untuk kembali ke Mekah dan tinggal di sana.”
Mereka hanya punya kesempatan selama 3 hari saja. Selanjutnya, mereka tidak boleh menetap di Mekah, sehingga mereka tidak menarik kembali apa yang sudah mereka berikan dan mereka kerjakan untuk Allah. Seperti inilah hijrahnya para sahabat. (Durus al-Huwaeni, Abu Ishaq).
Ada banyak pahlawan islam yang terlahir di Mekah, para al-Khulafa’ ar-Rasyidin, dan sahabat senior lainnya. Termasuk Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Ketika mereka hijrah, mereka biarkan tanah itu dikuasai orang musyrikin. Namun pada saat haji wada’, sama sekali mereka tidak mengambil alih tanah itu, apalagi mencari-cari rumah kelahirannya, untuk dilestarikan atau dijadikan kenangan.
Kedua, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merebut kembali rumah kelahirannya
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah bersama bani Hasyim yang masuk islam, tanah warisan bani Hasyim dikuasai oleh Aqil dan Thalib, keduanya adalah anak Abi Thalib yang masih kafir. Sementara Ali dan Ja’far yang juga putra Abu Thalib, sama sekali tidak mendapatkannya. Termasuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita lihat penuturan Usamah ketika Fathu Mekah,
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدِ أَنَّهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنْزِلُ فِى دَارِكَ بِمَكَّةَ فَقَالَ « وَهَلْ تَرَكَ لَنَا عَقِيلٌ مِنْ رِبَاعٍ أَوْ دُورٍ ». وَكَانَ عَقِيلٌ وَرِثَ أَبَا طَالِبٍ هُوَ وَطَالِبٌ وَلَمْ يَرِثْهُ جَعْفَرٌ وَلاَ عَلِىٌّ شَيْئًا لأَنَّهُمَا كَانَا مُسْلِمَيْنِ وَكَانَ عَقِيلٌ وَطَالِبٌ كَافِرَيْنِ
Dari Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhuma, beliau bertanya,
‘Ya Rasulullah, apakah anda akan singgah di rumahmu di Mekah?’
Beliau bersabda,
“Apa Aqil masih meninggalkan rumah untuk kami.”
Aqil yang menjadi ahli waris Abu Thalib bersama si Thalib. Sementara Ja’far dan Ali tidak mendapatkan warisan apapun, karena keduannya muslim. Aqil dan Thalib orang kafir. (HR. Bukhari 1588, Muslim 3360, dan Ibn Majah 2834).
Ketika fathu Mekah, tanah negeri itu menjadi kekuasaan kaum muslimin. Kendati demikian, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak mempedulikan rumah kelahiran atau tanah beliau. Beliau juga tidak mengupayakan pelestarian tempat-tempat bersejarah itu. Beliau tidak merawat rumah kelahiran beliau, atau merawat gua hira, atau gua tsur, sama sekali tidak.
Ini menunjukkan bahwa dakwah beliau dan para sahabat, tidak memiliki kepentingan dengan tempat-tempat semacam ini.
Karena itu, jika ada yang beranggapan, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat menyerang kota Mekah untuk merebut kembali tanah kelahiran mereka, ini berarti suudzan kepada beliau dan sahabat.
Ketiga, jika kita menerima hasil penelitian para ahli sejarah, hasil penelusuran mereka menyimpulkan bahwa rumah kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih dijaga. Anda bisa perhatikan beberapa gambar berikut. Kemudian, saat ini, rumah tempat kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dijadikan sebagai perpustakaan “Maktabah Makkah al-Mukarromah”.
Sementara, ada info lain bahwa WC umum di masjidil haram adalah rumah bekas Abu Jahal. Rumah Abu Jahal terletak tidak jauh dari kedua rumah tersebut. Persisnya terletak di dekat pintu keluar Marwa, tempat orang mengakhiri ibadah Sa’i.
Sekali lagi, selayaknya kita lebih banyak berhati-hati, karena mayoritas media massa di sekitar kita, tidak lepas dari campur tangan liberal dan syiah.
Semoga Allah menyelamatkan kita dari konspirasi mereka.
Allahu a’lam
Ustadz, beberakali saya melihat orang menyebar berita fitnah ttg kerajaan saudi. Lalu apa benar, tempat kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mekah dijadikan WC umum? terima kasih
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Bersikap waspada dan hati-hati, menjadi prinsip penting yang harus selalu kita kedepankan dalam menerima setiap berita. Terlebih berita yang memicu emosi masyarakat. Mudah menyebarkan berita, bisa jadi termasuk menyebarkan kebencian di tengah masyarakat. Penyesalan baru terjadi ketika muncul konflik di tengah mereka. Inilah yang Allah ajarkan dalam firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al-Hujurat: 6).
Salah satunya, kabar rumah kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dijadikan WC umum oleh kerajaan Saudi. Serasa sangat lezat di telinga, terlebih bagi mereka yang suka menyebarkan kebencian di tengah umat. Semoga tulisan berikut, bisa memicu kita untuk berfikir lebih dewasa.
Antara Hijrah dan Fathu Mekah
Kita akan mengawali pembahasan ini memberikan catatan seputar hijrah.
Pertama, mereka yang telah hijrah, pantangan untuk balik lagi dan tinggal di Mekah. Sekalipun kota ini telah ditaklukan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah meninggalkan Mekah bersama para sahabat. Mereka berhijrah meninggalkan tanah dan rumah yang mereka miliki di Mekah. Hingga di tahun 8 H, beliau berhasil menaklukkan kota itu, menjadi bagian wilayah kekuasaan kaum muslimin.
Aturan yang berlaku, orang yang telah hijrah meninggalkan mekah, pantangan bagi mereka untuk mengambil kembali apa yang mereka tinggalkan di Mekah.
Pada waktu haji wada’, sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu ‘anhu sakit keras. Sa’ad berfikir, dia akan meninggal di Mekah, sampai beliau mewasiatkan hartanya. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya, Sa’ad mengadu kepada beliau,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أُخَلَّفُ بَعْدَ أَصْحَابِى
“Ya Rasulullah, apakah saya akan ditinggalkan para sahabatku?”
Sahabat Sa’ad bin Abi Waqqas bersedih, beliau akan ditinggal di Mekah, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat balik ke Madinah.
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghibur Sa’ad. Beliau mengatakan,
إِنَّكَ لَنْ تُخَلَّفَ فَتَعْمَلَ عَمَلاً صَالِحًا إِلاَّ ازْدَدْتَ بِهِ دَرَجَةً وَرِفْعَةً ، ثُمَّ لَعَلَّكَ أَنْ تُخَلَّفَ حَتَّى يَنْتَفِعَ بِكَ أَقْوَامٌ وَيُضَرَّ بِكَ آخَرُونَ ، اللَّهُمَّ أَمْضِ لأَصْحَابِى هِجْرَتَهُمْ ، وَلاَ تَرُدَّهُمْ عَلَى أَعْقَابِهِمْ
Kamu tidak akan ditinggal, kamu bisa melakukan amal soleh sehingga menambah derajatmu. Kemudian mudah-mudahan kamu diberi usia lebih panjang, sehingga kamu bisa memberi manfaat kaum muslimin, dan membuat sedih orang kafir. Ya Allah, pertahankan hijrah para sahabatku, dan janganlah Engkau mengembalikan mereka ke belakang. (HR. Bukhari 1295, Ibn Hibban 6026 dan yang lainnya).
Anda bisa perhatikan doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau memohon kepada Allah, agar Allah menyempurnakan pahala hijrah para sahabat, dengan Allah mengembalikan mereka semua ke Madinah seusai haji wada’. Sehingga mereka sama sekali mereka tidak menikmati tanah Mekah setelah Mekah ditaklukkan.
Abu Ishaq al-Huwaeni menjelaskan hadis ini,
كان من تمام هجرة المسلمين إلى المدينة: أن النبي صلى الله عليه وسلم منع المهاجر أن يظل في مكة بعد النسك أكثر من ثلاثة أيام، فقال للصحابة: ( لا يحل لرجل هاجر من مكة إلى المدينة أن يرجع فيستوطن مكة مرة أخرى )، له ثلاثة أيام بعد النسك فقط، وبعدها لا يحل له أن يبقى في مكة ؛ حتى لا يرجع في ما وهبه وفعله لله عز وجل، فهذه هي هجرة الصحابة رضي الله عنهم
Bagian dari kesempurnaan hijrah kaum muslimin ke Madinah, setelah manasik haji selesai, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kaum muhajirin untuk tinggal di Mekah lebih dari 3 hari. Beliau berkhutbah di hadapan para sahabat,
“Tidak halal bagi orang yang telah hijrah dari Mekah ke Madinah untuk kembali ke Mekah dan tinggal di sana.”
Mereka hanya punya kesempatan selama 3 hari saja. Selanjutnya, mereka tidak boleh menetap di Mekah, sehingga mereka tidak menarik kembali apa yang sudah mereka berikan dan mereka kerjakan untuk Allah. Seperti inilah hijrahnya para sahabat. (Durus al-Huwaeni, Abu Ishaq).
Ada banyak pahlawan islam yang terlahir di Mekah, para al-Khulafa’ ar-Rasyidin, dan sahabat senior lainnya. Termasuk Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Ketika mereka hijrah, mereka biarkan tanah itu dikuasai orang musyrikin. Namun pada saat haji wada’, sama sekali mereka tidak mengambil alih tanah itu, apalagi mencari-cari rumah kelahirannya, untuk dilestarikan atau dijadikan kenangan.
Kedua, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merebut kembali rumah kelahirannya
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah bersama bani Hasyim yang masuk islam, tanah warisan bani Hasyim dikuasai oleh Aqil dan Thalib, keduanya adalah anak Abi Thalib yang masih kafir. Sementara Ali dan Ja’far yang juga putra Abu Thalib, sama sekali tidak mendapatkannya. Termasuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita lihat penuturan Usamah ketika Fathu Mekah,
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدِ أَنَّهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنْزِلُ فِى دَارِكَ بِمَكَّةَ فَقَالَ « وَهَلْ تَرَكَ لَنَا عَقِيلٌ مِنْ رِبَاعٍ أَوْ دُورٍ ». وَكَانَ عَقِيلٌ وَرِثَ أَبَا طَالِبٍ هُوَ وَطَالِبٌ وَلَمْ يَرِثْهُ جَعْفَرٌ وَلاَ عَلِىٌّ شَيْئًا لأَنَّهُمَا كَانَا مُسْلِمَيْنِ وَكَانَ عَقِيلٌ وَطَالِبٌ كَافِرَيْنِ
Dari Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhuma, beliau bertanya,
‘Ya Rasulullah, apakah anda akan singgah di rumahmu di Mekah?’
Beliau bersabda,
“Apa Aqil masih meninggalkan rumah untuk kami.”
Aqil yang menjadi ahli waris Abu Thalib bersama si Thalib. Sementara Ja’far dan Ali tidak mendapatkan warisan apapun, karena keduannya muslim. Aqil dan Thalib orang kafir. (HR. Bukhari 1588, Muslim 3360, dan Ibn Majah 2834).
Ketika fathu Mekah, tanah negeri itu menjadi kekuasaan kaum muslimin. Kendati demikian, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak mempedulikan rumah kelahiran atau tanah beliau. Beliau juga tidak mengupayakan pelestarian tempat-tempat bersejarah itu. Beliau tidak merawat rumah kelahiran beliau, atau merawat gua hira, atau gua tsur, sama sekali tidak.
Ini menunjukkan bahwa dakwah beliau dan para sahabat, tidak memiliki kepentingan dengan tempat-tempat semacam ini.
Karena itu, jika ada yang beranggapan, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat menyerang kota Mekah untuk merebut kembali tanah kelahiran mereka, ini berarti suudzan kepada beliau dan sahabat.
Ketiga, jika kita menerima hasil penelitian para ahli sejarah, hasil penelusuran mereka menyimpulkan bahwa rumah kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih dijaga. Anda bisa perhatikan beberapa gambar berikut. Kemudian, saat ini, rumah tempat kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dijadikan sebagai perpustakaan “Maktabah Makkah al-Mukarromah”.
Sementara, ada info lain bahwa WC umum di masjidil haram adalah rumah bekas Abu Jahal. Rumah Abu Jahal terletak tidak jauh dari kedua rumah tersebut. Persisnya terletak di dekat pintu keluar Marwa, tempat orang mengakhiri ibadah Sa’i.
Sekali lagi, selayaknya kita lebih banyak berhati-hati, karena mayoritas media massa di sekitar kita, tidak lepas dari campur tangan liberal dan syiah.
Semoga Allah menyelamatkan kita dari konspirasi mereka.
Allahu a’lam
0 Response to "Rumah Nabi jadi WC Umum?"
Post a Comment